Perjuangan panjang menghadirkan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Indonesia kini semakin mendesak untuk segera diwujudkan. Di tengah hiruk-pikuk pembahasan yang seakan jalan di tempat, kita kembali dikejutkan oleh tragedi kemanusiaan yang memilukan.
Beberapa waktu lalu, publik Batam diguncang oleh peristiwa tragis yang menimpa Intan (21), seorang pekerja rumah tangga asal Sumba, Nusa Tenggara Barat. Intan mengalami kekerasan brutal dari majikannya. Tubuhnya penuh luka lebam. Ia disiksa, dihina, dipaksa bertahan tanpa makan, bahkan tidak menerima hak dasarnya berupa upah. Lebih menyedihkan, Intan sempat berulang kali meminta kakaknya untuk menjemputnya keluar dari rumah majikan tersebut, tetapi rasa takut yang ditanamkan oleh majikan—ancaman denda dan penjara—membuat ia terperangkap lebih lama dalam penderitaan.
Peristiwa ini bukan yang pertama, dan tidak akan menjadi yang terakhir jika negara terus membiarkan rumah menjadi ruang tertutup yang bebas dari pengawasan hukum. Relasi kuasa dalam ruang domestik seringkali menempatkan PRT dalam posisi lemah. Mereka tidak memiliki keberanian untuk berkata “tidak” dan terjebak dalam siklus kekerasan: penindasan → diam → pengulangan.
Saya, Nimrod Siahaan, Ketua Pemuda Katolik Komda Kepulauan Riau, menyatakan dengan tegas: sudah cukup kita menutup mata. Segera sahkan UU Perlindungan PRT.
Peristiwa yang dialami Intan adalah cermin nyata betapa pekerja rumah tangga selama ini tidak memiliki perlindungan yang layak. Mereka menjadi bagian penting dari kehidupan rumah tangga, tetapi tidak dianggap sebagai bagian dari sistem ketenagakerjaan yang terlindungi. Padahal mereka adalah manusia, mereka adalah saudara kita yang pantas dihormati dan diperlakukan dengan adil.
Saya menyampaikan dukungan penuh kepada Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus (Romo Paschal), Ketua Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoral Migran Perantau Keuskupan Pangkalpinang, yang selama ini secara konsisten memperjuangkan hak-hak pekerja rumah tangga. Romo Paschal telah dengan lantang menyuarakan bahwa tindakan majikan Intan adalah tindakan yang sangat tidak manusiawi dan merendahkan martabat sesama. Suara beliau adalah suara kenabian yang mengingatkan kita semua: bahwa di balik tembok rumah yang tertutup, ada banyak penderitaan yang tidak terlihat.
Saya juga mendukung gerakan Koalisi Sipil untuk Undang-Undang Perlindungan PRT dan seluruh kelompok masyarakat yang sejak lama mendesak pengesahan UU ini. Negara tidak boleh terus bersembunyi di balik alasan urusan privat. Hubungan kerja di rumah adalah urusan publik ketika di dalamnya terjadi kekerasan, perampasan hak, dan pelanggaran kemanusiaan.
Komnas Perempuan juga dengan tegas menyoroti bahwa kekerasan yang dialami Intan adalah kekerasan seksual berlapis, yang melanggar Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Peristiwa ini menjadi pengingat keras bahwa PRT adalah kelompok yang paling rentan karena bekerja di ruang domestik yang jauh dari jangkauan sistem pengawasan negara.
Mengapa UU Perlindungan PRT Mendesak Disahkan?
- Agar PRT memiliki perlindungan hukum yang pasti dan adil.
- Menghentikan praktik kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi di ruang domestik.
- Menjamin hak-hak dasar PRT: upah layak, waktu istirahat, dan lingkungan kerja yang manusiawi.
- Memberikan akses pengaduan dan pemulihan yang nyata bagi para korban.
Peristiwa seperti yang dialami Intan adalah luka bersama bangsa ini. Kita tidak boleh membiarkan tragedi seperti ini terjadi lagi, hanya karena negara menunda-nunda tanggung jawab hukumnya.
Sebagai Pemuda Katolik, saya percaya, iman yang hidup adalah iman yang membela yang lemah. Tidak cukup bagi kita sekadar mengutuk peristiwa ini. Kita harus berdiri, bersuara, dan menuntut keadilan yang nyata.
Pesan Saya:
📢 Segera sahkan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Jangan tunda lagi!
📢 Negara harus hadir! Rumah bukan tempat yang bebas dari hukum.
📢 Pekerja rumah tangga bukan alat, mereka adalah manusia. Mereka adalah sesama.
Kita bisa mengukur kemanusiaan bangsa ini dari cara kita memperlakukan mereka yang paling lemah.
Mari kita hentikan kekejaman tersembunyi di dalam rumah.
Mari kita jadikan keadilan sebagai budaya, bukan sekadar seruan kosong.(red)
Pro Ecclesia et Patria – Untuk Gereja dan Tanah Air.
Nimrod Siahaan
Ketua Pemuda Katolik Komda Kepulauan Riau